Upacara Adat Sunda
Adat istiadat yang
diwariskan leluhurnya pada masyarakat Sunda masih dipelihara dan dihormati.
Dalam daur hidup manusia dikenal upacara-upacara yang bersifat ritual adat
seperti: upacara adat Masa Kehamilan, Masa Kelahiran, Masa Anak-anak,
Perkawinan, Kematian dll. Demikian juga dalam kegiatan pertanian dan keagamaan
dikenal upacara adat yang unik dan menarik. Itu semua ditujukan sebagai
ungkapan rasa syukur dan mohon kesejahteraan dan keselamatan lahir bathin dunia
dan akhirat.
Beberapa kegiatan
upacara adat di Jawa Barat dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Upacara Dau
Hidup Manusia
A.Upacara Adat Masa Kehamilan
1.
Upacara Mengandung
Empat Bulan
Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau
3 bulan belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan
barulah disebut hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan
sebagai pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah
betul-betul hamil.
Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat
kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah
saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan
upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a
selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna,
sehat, dan selamat.
2.
Upacara Mengandung
Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu
mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan
ibu yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya
tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh
bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan
jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini
untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini
biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat
Lukman dan surat Maryam.
Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu
hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam
buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat
yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain
batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang
7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu
hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar
(licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang
telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini
dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir
dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya
bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung
supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat.
Sesudah selesai
dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren
tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada
anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya
dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar
seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa
peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya
itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren
habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
3.
Upacara Mengandung
Sembilan Bulan
Upacara sembuilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan
bulan. Dalam upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang
dikandung cepat lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara
ini dibuar bubur lolos, sebagai simbul dari upacara ini yaitu supaya mendapat
kemudahan waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta
nasi tumpeng atau makanan lainnya.
4. Upacara Reuneuh Mundingeun
Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung
lebih dari sembilan bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum
melahirkan juga, perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti
munding atau kerbau yang bunting. Upacara ini diselenggarakan agar perempuan
yang hamil tua itu segera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh
indung beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada
kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan
yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil
dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk. Setelah
mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan
dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang
dilaksanakan.
B. Upacara Kelahiran dan Masa Bayi
1. Upacara Memelihara Tembuni
Tembuni/placenta
dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan,
tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke
sungai.
Bersamaan dengan bayi
dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat dibersihkan dan
dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah lalu
ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui bambu kecil
(elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi, biasanya oleh
seorang paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat rumah. Ada juga
yang dihanyutkan ke sungai secara adat. Upacara penguburan tembuni disertai
pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syeh Abdulkadir
Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita
sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya.. Upacara pemeliharaan tembuni
dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia.
2. Upacara Nenjrag Bumi
Upacara Nenjrag Bumi
ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh kali di dekat bayi, atau
cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh (lantai dari bambo yang
dibelah-belah ), kemudian indung beurang menghentakkan kakinya ke pelupuh di
dekat bayi. Maksud dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi kelak menjadi
anak yang tidak lekas terkejut atau takut jika mendengar bunyi yang tiba-tiba
dan menakutkan.
3 .Upacara Puput Puseur
Setelah bayi terlepas
dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali pusat yang sudah lepas
itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut kundang . Seterusnya pusar
bayi ditutup dengan uang logam/benggol yang telah dibungkus kasa atau kapas dan
diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak dosol, menonjol ke
luar. Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan sekaligus dengan pemberian
nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamat, dan disediakan bubur merah
bubur putih.
Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk saudara bayi juga yang
harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun saudara bayi yang tiga lagi
ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni, pembungkus, dan
kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat bersaudara dan
kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus dipelihara
dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun dengan
saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.
4.
Upacara Ekah
Sebetulnya kata ekah
berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun “anak kandung”. Upacara Ekah ialah
upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan rasa syukur
telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan anak itu
kelak menjadi orang yang saleh yang dapat menolong kedua orang tuanya nanti di
alam akhirat. Pada pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan setelah
bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga setelah 21 hari. Perlengkapan
yangb harus disediakan adalah domba atau kambing untuk disembelih, jika anak
laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup seekor), dan
jika anak perempuan hanya seekor saja.
Domba yang akan disembelih untuk upacara Ekah itu harus yang baik, yang
memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba itu disembelih oleh ahlinya
atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah itu dimasak dan dibagikan
kepada handai tolan.
5.
Upacara Nurunkeun
Upacara Nurunkeun
ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah, maksudnya mengenal
lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa bayi itu sudah dapat
digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah. Upacara Nurun keun
dilaksanakan setelah tujuh hari upacara Puput Puseur. Pada pelaksanaannya biasa
diadakan pengajian untuk keselamatan dan sebagai hiburannya diadakan pohon tebu
atau pohon pisang yang digantungi aneka makanan, permainan anak-anak yang
diletakan di ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh para tamu terutama oleh
anak-anak.
6.
Upacara
Cukuran/Marhabaan
Upacara cukuran
dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala macam
najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran atau
terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak yang telah
lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur 40
hari.
Pada pelaksanaannya
bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai perlengkapan bokor
yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi perhiasan emas berupa
kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi. Pada saat itu mulailah
para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut marhaban atau pupujian, yaitu
memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa yang mempunyai makna
selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan itulah rambut bayi
digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.
7.
Upacara Turun Taneuh
Upacara Turun Taneuh
ialah upacara pertama kali bayi menjejakkan kakinya ke tanah, diselenggarakan
setelah bayi itu agak besar, setelah dapat merangkak atau melangkah
sedikit-sedikit. Upacara ini dimaksudkan agar si anak mengetahui keduniawian
dan untuk mengetahui akan menjadi apakah anak itu kelak, apakah akan menjadi
petani, pedagang, atau akan menjadi orang yang berpangkat.
Perlengkapan yang disediakan harus lebih lengkap dari upacara Nurunkeun, selain
aneka makanan juga disediakan kain panjang untuk menggendong, tikar atau taplak
putih, padi segenggam, perhiasan emas (kalung, gelang, cincin), uang yang terdiri
dari uang lembaran ratusan, rebuan, dan puluh ribuan.
Jalannya upacara, apabila para undangan telah berkumpul diadakan doa selamat,
setelah itu bayi digendong dan dibawa ke luar rumah. Di halam rumah telah
dipersiapkan aneka makanan, perhiasan dan uang yang disimpan di atas kain
putih, selanjutnya kaki si anak diinjakan pada padi/ makanan, emas, dan uang,
hal ini dimaksudkan agar si anak kelak pintar mencari nafkah. Kemudian anak itu
dilepaskan di atas barang-barang tadi dan dibiarkan merangkak sendiri, para
undangan memperhatikan barang apa yang pertama kali dipegangnya. Jika anak itu
memegang padi, hal itu menandakan anak itu kelak menjadi petani. Jika yang
dipegang itu uang, menandakan anak itu kelak menjadi saudagar/pengusaha.
Demikian pula apabila yang dipegangnya emas, menandakan anak itu kelak akan
menjadi orang yang berpangkat atau mempunyai kedudukan yang terhormat.
C. Upacara Masa Kanak-kanak
1. Upacara Gusaran
Gusaran adalah
meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara Gusaran ialah
agar gigi anak perempuan itu rata dan terutama agar nampak bertambah cantik.
Upacara Gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia tujuh tahun.
Jalannya upacara, anak perempuan setelah didandani duduk di antara para
undangan, selanjutnya membacakan doa dan solawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Kemudian Indung beurang melaksanakan gusaran terhadap anak perempuan itu,
setelah selesai lalu dibawa ke tangga rumah untuk disawer (dinasihati melalui
syair lagu). Selesai disawer, kemudian dilanjutkan dengan makan-makan. Biasanya
dalam upacara Gusaran juga dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun telinga
untuk memasang anting-anting, agar kelihatannya lebih cantik lagi.
2. Upacara Sepitan/Sunatan
Upacara
sunatan/khitanan dilakukan dengan maksud agar alat vitalnya bersih dari najis .
Anak yang telah menjalani upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah
satu syarat utama sebagai umat Islam. Upacara Sepitan anak perempuan
diselenggarakan pada waktu anak itu masih kecil atau masih bayi, supaya tidak
malu. Upacara sunatan diselenggarakan biasanya jika anak laki-laki menginjak
usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan selain paraji sunat, juga diundang para
tetangga, handai tolan dan kerabat..
Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak yang akan disunat dimandikan atau
direndam di kolam sampai menggigil (kini hal semacam itu jarang dilakukan lagi
berhubung teknologi kesehatan sudah berkembang), kemudian dipangku dibawa ke
halaman rumah untuk disunat oleh paraji sunat (bengkong), banyak orang yang
menyaksikan diantaranya ada yang memegang ayam jantan untuk disembelih, ada
yang memegang petasan dan macam-macam tetabuhan sambil menyanyikan marhaba.
Bersamaan dengan anak itu disunati, ayam jantan disembelih sebagai bela,
petasan disulut, dan tetabuhan dibunyikan . Kemudian anak yang telah disunat
dibawa ke dalam rumah untuk diobati oleh paraji sunat. Tidak lama setelah itu
para undangan pun berdatangan, baik yang dekat maupun yang jauh. Mereka
memberikan uang/ nyecep kepada anak yang disunat itu agar bergembira dan dapat
melupakan rasa sakitnya. Pada acara ini adapula yang menyelenggarakan hiburan
seperti wayang golek, sisingaan atau aneka tarian.
D. Upacara Adat Perkawinan
Secara kronologis
upacara adat perkawinan dapat diurut mulai dari adat sebelum akad nikah, saat
akad nikah dan sesudah akad nikah
1.
Upacara sebelum akad nikah
Pada upacara ini
biasanya dilaksanakan adat :
(1) Neundeun Omong :
yaitu kunjungan orang tua jejaka kepada orang tua si gadis untuk bersilaturahmi
dan menyimpan pesan bahwa kelak anak gadisnya akan dilamar.
(2) Ngalamar : nanyaan atau nyeureuhan yaitu kunjungan orang tua jejaka untuk
meminang/melamar si gadis, dalam kunjungan tersebut dibahas pula mengenai
rencana waktu penikahannya. Sebagai acara penutup dalam ngalamar ini si pelamar
memberikan uang sekedarnya kepada orang tua si gadis sebagai panyangcang atau
pengikat, kadang-kadang dilengkapi pula dengan sirih pinang selengkapnya
disertai kue-kue & buah-buahan. Mulai saat itu si gadis telah terikat dan
disebut orang bertunangan.
(3) Seserahan: yaitu menyerahkan si jejaka calon
pengantin pria kepada calon mertuanya untuk dikawinkan kepada si gadis. Pada
acara ini biasa dihadiri oleh para kerabat terdekat, di samping menyerahkan
calon pengantin pria juga barang-barang berupa uang, pakaian, perhiasan,
kosmetik dan perlengkapan wanita, dalam hal ini tergantung pula pada kemampuan
pihak calon pengantin pria. Upacara ini dilakukan 1 atau 2 hari sebelum hari
perkawinan atau adapula yang melaksanakan pada hari perkawinan sebelum akad
nikah dimulai.
(4) Ngeuyeuk Seureuh: artinya mengerjakan dan mengatur sirih
serta mengait-ngaitkannya. Upacara ini dilakukan sehari sebelum hari
perkawinan, yang menghadiri upacara ini adalah kedua calon pengantin, orang tua
calon pengantin dan para undangan yang telah dewasa. Upacara dipimpin oleh
seorang pengetua, benda perlengkapan untuk upacara ini seperti sirih beranting,
setandan buah pinang, mayang pinang, tembakau, kasang jinem/kain, elekan, dll
semuanya mengandung makna/perlambang dalam kehidupan berumah tangga. Upacara
ngeuyeuk seureuh dimaksudkan untuk menasihati kedua calon mempelai tentang
pandangan hidup dan cara menjalankan kehidupan berumah tangga berdasarkan etika
dan agama, agar bahagia dan selamat. Upacara pokok dalam adat perkawinan adalah
ijab kabul atau akad nikah .
2. Upacara Adat Akad Nikah
Upacara perkawinan
dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah
digariskan dalam agama Islam dan adat. Ketentuan tersebut adalah: adanya
keinginan dari kedua calon mempelai tanpa paksaan, harus ada wali nikah yaitu
ayah calon mempelai perempuan atau wakilnya yang sah, ada ijab kabul, ada saksi
dan ada mas kawin. Yang memimpin pelaksanaan akad nikah adalah seorang Penghulu
atau Naib, yaitu pejabat Kantor Urusan Agama.
Upacara akad nikah
biasa dilaksanakan di Mesjid atau di rumah mempelai wanita. Adapun
pelaksanaannya adalah kedua mempelai duduk bersanding diapit oleh orang tua
kedua mempelai, mereka duduk berhadapan dengan penghulu yang di kanan kirinya
didampingi oleh 2 orang saksi dan para undangan duduk berkeliling. Yang
mengawinkan harus wali dari mempelai perempuan atau mewakilkan kepada penghulu.
Kalimat menikahkan dari penghulu disebut ijab, sedang sambutan dari mempelai
pria disebut qobul (kabul). Setelah dilakukan ijab-qobul dengan baik
selanjutnya mempelai pria membacakan talek, yang bermakna ‘janji’ dan
menandatangani surat nikah. Upacara diakhiri dengan penyerahan mas kawin dari
mempelai pria kepada mempelai wanita.
3. Upacara Adat sesudah akad nikah
a) Munjungan/sungkeman : yaitu kedua mempelai sungkem kepada kedua orang tua mempelai untuk
memohon do’a restu.
b) Upacara Sawer (Nyawer): perlengkapan yang
diperlukan adalah sebuah bokor yang berisi beras kuning, uang kecil (receh)
/logam, bunga, dua buah tektek (lipatan sirih yang berisi ramuan untuk
menyirih), dan permen. Pada pelaksanaannya kedua mempelai duduk di halaman
rumah di bawah cucuran atap (panyaweran), upacara dipimpin oleh juru sawer.
Juru sawer menaburkan isi bokor tadi kepada kedua pengantin dan para undangan sebagai
selingan dari syair yang dinyanyikan olehnya sendiri. Adapun makna dari upacara
nyawer tersurat dalam syair yang ditembangkan juru sawer, intinya adalah
memberikan nasehat kepada kedua mempelai agar saling mengasihani, dan
mendo’akan agar kedua mempelai mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam
membina rumah tangganya, hidup rukun sampai diakhir hayatnya.
c) Upacara Nincak Endog : atau upacara injak telur yaitu setelah
upacara nyawer kedua mempelai mendekati tangga rumah , di sana telah tersedia
perlengkapan seperti sebuah ajug/lilin, seikat harupat (sagar enau) berisikan 7
batang, sebuah tunjangan atau barera (alat tenun tradisional) yang diikat kain
tenun poleng, sebuah elekan, sebutir telur ayam mentah, sebuah kendi berisi
air, dan batu pipisan, semua perlengkapan ini mempunyai perlambang. Dalam
pelaksanaannya lilin dinyalakan, mempelai wanita membakar ujung harupat
selanjutnya dibuang, lalu mempelai pria menginjak telur, setelah itu kakinya
ditaruh di atas batu pipisan untuk dibasuh air kendi oleh mempelai wanita dan
kendinya langsung dihempaskan ke tanah hingga hancur. Makna dari upacara ini
adalah menggambarkan pengabdian seorang istri kepada suaminya.
d) Upacara Buka Pintu : upacara ini dilaksanakan setelah
upacara nincak endog, mempelai wanita masuk ke dalam rumah sedangkan mempelai
pria menunggu di luar, hal ini menunjukan bahwa mempelai wanita belum mau
membukakan pintu sebelum mempelai pria kedengaran mengucapkan sahadat. Maksud
upacara ini untuk meyakinkan kebenarannya beragama Islam. Setelah membacakan
sahadat pintu dibuka dan mempelai pria dipersilakan masuk. Tanya jawab antara
keduanya dilakukan dengan nyanyian (tembang) yang dilakukan oleh juru tembang.
e) Upacara Huap Lingkung : Kedua mempelai duduk bersanding, yang wanita di sebelah kiri pria, di
depan mempelai telah tersedia adep-adep yaitu nasi kuning dan bakakak ayam
(panggang ayam yang bagian dadanya dibelah dua). Mula-mula bakakak ayam
dipegang kedua mempelai lalu saling tarik menarik hingga menjadi dua. Siapa
yang mendapatkan bagian terbesar dialah yang akan memperoleh rejeki besar
diantara keduanya. Setelah itu kedua mempelai huap lingkung , saling menyuapi.
Upacara ini dimaksudkan agar kedua mempelai harus saling memberi tanpa batas,
dengan tulus dan ikhlas sepenuh hati.
Sehabis upacara huap lingkung kedua mempelai dipersilakan duduk di pelaminan
diapit oleh kedua orang tua mempelai untuk menerima ucapan selamat dari para
undangan (acara resepsi).
E. Upacara Adat Kematian
Pada garis besarnya
rangkaian upacara adat kematian dapat digambarkan sebagai berikut: memandikan
mayat, mengkafani mayat, menyolatkan mayat, menguburkan mayat, menyusur tanah
dan tahlilan, yaitu pembacaan do’a dan zikir kepada Allah swt. agar arwah orang
yang baru meninggal dunia itu diampuni segala dosanya dan diterima amal
ibadahnya, juga mendo’kan agar keluarga yang ditinggalkannya tetap tabah dan
beriman dalam menghadapi cobaan. Tahlilan dilaksanakan di rumahnya, biasanya
sore/malam hari pada hari pertama wafatnya (poena), tiluna (tiga harinya),
tujuhna (tujuh harinya), matangpuluh (empat puluh harinya), natus (seratus
hari), mendak taun (satu tahunnya), dan newu (seribu harinya).